Diluar hujan mulai turun lagi. Sejak sore tadi memang suara gemuruh sudah lama saling bersahutan. Sesekali terdengar begitu menggelegar. Menyeramkan. Melihat cuaca yang seperti itu tingkat kemalasan gue bertambah menjadi 10x lipat lebih malas bahkan untuk sekedar beranjak dari atas kasur.
Berhubung kerja lagi libur, nguli-ah juga nggak ada jadwal. So, seharian ini gue habiskan hanya dengan bermain leptop sambil sesekali baca buku. Gue lebih suka melakukan hal tersebut ketimbang harus ngekor sama temen gue yang doyan nongkrong sana-sini
Gue baru sadar, ketika melihat sekeliling kamar. Tembok-tembok kamar gue dipenuhi poster-poster ababil bergambar Naruto and Fren. Beberapa foto gue dari jaman gue madrasah sampai sekarang nguli-ah sambil kerja, semua terpampang dengan indahnya. Ada juga foto-foto ababil adek gue [Cowok, 14th, SMP kelas 8] Fyi, gue satu kamer bareng adek gue. Yang paling bikin absurd dari sekian banyak poto dan poster yang terpajang, gue sama adek gue itu beda aliran. Gue sebagai otaku (katanya) sedangkan adek gue sebagai SM*SHBLASH. Itu tuh sebutan para fans fanatik boyband yang anggotanya semi-lekaki yang kalau lagi perfomance suka pake kaos yang belah dadanya keterlaluan. Gue heran, itu mau nyanyi apa mau menyusui, sih? :|
Gegara itu juga gue sering banget berantem kecil sampai kadang berantem besar sama adek gue,
"Dek, lu mending ganti idola deh timbang ntar lu jadi kayak mereka (semi-lelaki) gitu." Gue kesel.
"Lah mending gue SMA*SHBLASH. Timbang aa tuh, kayak anak kecil tiap hari kerjaanya nonton kartun mulu."
"Kartun sama Anime itu beda, dek." Gue berkilah.
"Halah, sama aja a. Sama-sama tontonan anak kecil itu mah..." Kata adek gue dengan songongnya.
"Eh, dibilangin ngeyel lu. Terserah deh. Awas lu kalo ntar dikamer ini ada peralatan make up. Itu pasti ulah mu!" Gue toyor kepala adek gue.
"Enak aja. aa tuh, awas aja kalo dikamer ini ntar ada..."
"Ada apa?!" Gue siap dengan kapak 212 ditangan. Siap tebas.
"Uhmmm... anu... itu... ah gue mau makan dulu. Minggir a." Katanya sambil berlalu ke dapur.
Jangan tanya. Gue lagi-lagi memenangkan perdebatan itu dengan sadisnya. Muahahaha...
'Btw, lu sebenernya mau cerita apa sih ben? Nggak jelas deh...'
'Eh, maap. Kebiasaan, lupa. Hehehe...'
'Serah deh. Kalo gitu terus, ogah mampir-mampir blog lo lagi. Kapok.'
'Iya deh iya... ini baru mau fokus.'
Ok. Fokus!
Setelah memandangi jejeran foto-foto di dinding. Gue baru nyadar, Ternyata gue sudah setua sedewasa ini. Dulu gue yang masih suka ingusan, suka main layangan, suka panas-panasan, sudah gitu item, dekil, ngupil. Ini semacam fase paling menjijikan dalam hidup gue. Lihat gue sekarang... sama menjijikannya dari masa itu bahkan lebih. Kenapa? karena setelah gue mengerti tentang apa itu hidup. Gue merasa jijik sama diri gue sendiri yang masih terlalu naif untuk sekedar memaknai arti dari hidup itu sendiri. Gue masih belum bisa berguna buat siapa-siapa, bahkan untuk diri gue sendiri. Gue masih sering merepotkan orang tua terlebih ibu gue. Gue masih belum jadi anak yang baik buat beliau, gue juga masih belum bisa membanggakan hati beliau. Padahal, sebahagia-bahagianya kita sebagai anak adalah ketika melihat orangtua kita tersenyum. Apalagi ketika kita tau, alasan dibalik senyumnya adalah kita.
Ya, gue sebagai anak yang sejogjanya menjadi anak yang berbakti terhadap kedua orangtua, malahan lebih banyak membantah perintahnya. Apalagi seumuran gue sekarang yang katanya masuk dalam tahap peralihan dari labil menjadi semakin labil dewasa. Seharusnya gue sudah bisa memenuhi kebahagiaan yang orangtua gue inginkan selama ini. Entah apa itu. Mungkin gue masih harus banyak belajar, belajar mengetahui apa sesungguhnya kebahagiaan yang orangtua gue inginkan. Menata kembali hidup gue yang abu-abu itu. Gue kudu memantapkan warna apa yang hendak gue kejar, biar nggak abu-abu terus.
Gue inget, ketika sore kemaren baca artikel diinternet tentang ikan salmon yang bermigrasi sedemikian jauhnya hanya untuk bertelur. Demi kelangsungan hidup jenisnya. Berjuang tanpa lelah meskipun mereka tau bahaya mengancam saat perjalanan migrasi nanti. Tapi dengan semangat dan tekad akan generasi masa depan, mereka tak sungkan walaupun harus mati di tangan beruang yang memburu kawananya. Sama halnya seperti orangtua kita terutama ibu. Ia rela menukar nyawanya demi melahirkan kita ke dunia. Belum lagi peran ayah yang sedia membanting tulang siang dan malam tanpa mengenal lelah meski peluh membanjiri tubuh rentannya. Mereka sadar, apa yang mereka lakukan demi satu tujuan. Anak-anaknya.
Lantas, apakah pantas kemudian kita durhaka terhadap keduanya? Apakah pantas kemudian kita melanggar perintah-perintah mereka? Apakah pantas... ah sudahlah. Gue mau berinstrospeksi diri, gue nggak mau lagi menjadi anak yang membangkang sama mereka, sama ibu gue. Gue mau belajar lebih giat lagi, ibadah lebih rajin lagi, kerja lebih keras lagi. Gue percaya, segala hal yang dilakukan dengan sepenuh perjuangan akan membuahkan hasil yang membanggakan kemudian. Aamiin :)
Semoga, postingan gue kali ini bisa membawa gue beserta kalian semua menjadi pribadi yang lebih mawas diri, lebih berinstrospeksi nggak melulu menyalahkan tapi menyadari kesalahan. Terakhir, semoga gue bisa lebih dewasa dari sebelumnya. Semoga ke-abua-abu-an gue perlahan hilang berganti kesolidan warna yang mampu memantapkan prinsip gue sebagai seorang lelaki yang harus bisa bertanggung jawab atas dirinya, kedua orangtuanya, juga bertanggung jawab terhadap keluarga gue kelak. Aamiin :)
Pada akhirnya, ketika gue beranjak dari atas kasur, berjalan ke kamar mandi, mengambil wudlu kemudian sholat. Gue lihat, languit telah menghentikan tangisnya berganti malam yang gelap dan sejuk sehabis hujan.
'Terimakasih atas nikmat MU hari ini ya rabb... :)'
Ja matta ne...
Ciee Benn, bisa mawas diri juga ya. hahaha...
BalasHapusiya benar, khan surrrga ada di telapak kaki Ibu. tapi kalau kamu aja bilangnya semakin 'tua', aku apaaaaa...-______-
Iya mey. Biasa lagi waras #PenggalauanMassal
Hapushaha adeknya smashblast, kk.a anime :D
BalasHapuskaya gue dong idola gue aja cherrybelle:D:D:D:D:D