Sahabat Blogger

Rabu, 24 April 2013

The Mind Reader

 
###
BRUKKK !

Lagi-lagi Ririn menangis tanpa sebab. apa yang barusan dia rasakan membuat dadanya mendadak sesak, tak mampu menahan derasnya air mata dari pelupuk matanya.
"Rin, kamu nggak apa-apa, kan?" Senny mulai khawatir.
"Dia butuh pertolongan." Ujar Ririn membingungkan.
"Siapa yang kamu maksud 'Dia' itu?"
"Kita harus segera menolongnya, aku nggak mau ini terjadi lagi."
Senny semakin dibuat bingung saja, Ia tidak mengerti apa yang Ririn maksudkan. Meski begitu Senny dengan setia membelakangi langkah Ririn yang Ia sendiri tak tau mau dibawa kemana. 
"Rin, sebenernya mau kemana sih kita?"
Dengan langkah yang semakin dipercepat, Ririn tak menggubris setiap kebingungan yang Senny lontarkan kepadanya.
"Lily...!" Senny shock melihat pemandangan didepannya. Ia masih belum yakin dengan apa yang barusan dilihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Darah nampak mengalir deras dari lengan kiri seorang gadis berseragam putih-abu sama sepertinya.
Ririn yang sudah menduga kejadian ini sebelumnya, segera merangkul Lily yang terkapar, "Sen, bantu aku bawa Dia ke UKS, cepet!"
"I...iya"
Kejadian yang tak diinginkan Ririn terjadi lagi. Lily seorang gadis yang tak disengaja ditabraknya siang tadi dikoridor sekolah tengah terkapar dengan beberapa jahitan di pergelangan tangan kirinya. Rupanya Ia mencoba bunuh diri ketika tau pacarnya enggan bertanggung jawab atas perbuatannya menghamili Lily.

***
Pagi ini begitu cerah, kicau burung bersahutan, semilir angin membelai mesra setiap helai rambut panjang Ririn. Seperti biasa, Dia lebih suka berjalan kaki menuju sekolah meskipun semua orang tau Ririn bukanlah orang sembarangan, Dia adalah anak seorang konglomerat. Rumahnya saja berada dikawasan perumahan elite. Namun semua itu tak lantas membuat Ririn berbangga diri, Dia sadar semua kemewahan disekitarnya hanyalah milik kedua orang tuanya. Justru Dia sendiri akan malu ketika Dia harus bermewah-mewahan sedang sahabatnya Senny masih dengan kesederhanaan apa adanya.
"Pagi nona muda. Ijinkan saya mengantar anda sampai ke sekolah." Dengan gayanya ala pelayan kerajaan.
Begitu memang kebiasaan Senny ketika pagi menjelang, ketika waktunya berangkat sekolah dengan sepeda phoenix miliknya Ia selalu memperlakukan Ririn bak seorang putri raja. Namun, Ririn sudah terbiasa dengan tingkah sahabatnya itu dan hanya membalas dengan senyum simpul bibir mungilnya. Keduanya berangkat bersama dengan Ririn yang dibonceng dan Senny sebagai supirnya.

"Sudah siap untuk balapan nona muda?" Tantang Senny sembari megencangkan ikat sepatunya.
"Memangnya kamu siap untuk menerima kekalahan, lagi?"
"Heuh! dasar kamu ini. Lihat saja nanti." Senny bersungut kesal.
Pelajaran olahraga adalah favorite Ririn. Terutama lari. Ya, karena dengan berlari sekencangnya Dia hanya harus melawan dirinya sendiri tanpa harus bersentuhan dengan siapa pun yang akan membuatnya mendadak pusing dan menangis saja.
"1menit 20detik, lebih lambat dari biasanya." Kata Pak Arsi pada Ririn yang ngos-ngosan setelah diganjar latihan untuk persiapan lomba lari antar SMA minggu besok.
Pantang menyerah, itulah sosok Ririn. Dia selalu ingin mengalahkan dirinya sendiri. Karena Dia tau, tidak  akan ada seorang pun yang mengerti dengan apa yang terjadi terhadap dirinya.
"Nih!" Senny menyodorkan sebotol air mineral dan sebuah handuk kepada Ririn.
"Kamu yakin tidak apa-apa. Aku lihat kamu terlalu memaksakan diri dengan latihan itu, Rin."
Diteguknya sebotol air mineral itu hingga habis dengan satu kali nafas saja, "Huahhh... thanks ya Sen." Dia sama sekali tidak mendengarkan apa yang barusan Senny khawatirkan.
"Kamu ini kebiasaan. Heuh!" Senny yang kesal lalu beranjak meninggalkan Ririn.
"Yah, marah... gitu aja marah, entar ilang loh cantiknya." Ledek Ririn mencoba mengembalikan mood sahabatnya itu namun tidak berhasil. Senny tetap berlalu meninggalkan Ririn sendirian ditengah lapang Basket sekolah.

Jam pelajaran terakhir tersisa 15menit sebelum bel pulang berbunyi, dan Senny masih dengan bibirnya yang dimajuin 2centi dari biasanya.
"Ciye... nona cantik masih marah." Ririn kembali menggodanya.
"Tau ah...!"
"Ciye... nambah maju aja tuh perut, eh? bibir maksudnya. Hahaha..." Bukannya mereda Ririn malah semakin bertingkah.
Hingga bel berbunyi berdering keduanya masih bernegosiasi dengan amarah yang dibuat Ririn pada Senny.
Satu jam berlalu, Senny belum juga akur dengan moodnya dan Ririn pun masih setia mencoba mengembalikan mood sahabatnya itu. Setelah senjata rahasia itu Ririn keluarkan, maka Senny pun dengan tanpa perlawanan kembali seperti sediakala. Lalu kemudian mereka pulang namun dengan Ririn sebagai sopir dan Senny diboncengnya.
Hari itu Ririn tau, diriya  memang butuh seseorang untuk mengerti lebih tentang dirinya dan tentang apa yang ada dalam dirinya.
***
"Menurut mu bagaimana, Rin?" Senny meminta pendapat mengenai hasil gambarnya.
Akhir-akhir ini memang Senny sedang kecanduan menggambar. Katanya biar Dia bisa deketin cowok kelas sebelah yang terkenal jago gambar. Apalagi katanya juga cowok itu memiliki tampang super... ekhem... ganteng. Jadi hanya karena hal itu, Senny beserta cewek-cewek ababil lainnya mendadak suka gambar-gambar nggak jelas.
"Rin, gimana?" Tanya Senny lagi.
"Rin!"
"Eh? iya, kenapa?"
"Kebiasaan buruk mu muncul lagi dan bikin kesel tau nggak!"
"Udah sini gambar punya ku!" Senny yang mendadak kesal mengambil paksa kertas gambar yang berada di genggaman Ririn dan... BRETTT ! kertas itu sobek dengan indahnya.
"Kan, sobek, kan! semua gara-gara kamu. Aku nggak mau tau, kamu harus ganti gambar punya ku!"
"Ma.. maaf. Aku nggak bermaksud."
"Pokoknya nggak mau tau, Ganti!"
Tak membutuhkan waktu lama Ririn berhasil menyelesaikan tugasnya, bahkan Senny pun lebih mengagumi gambar buatan Ririn karena menurutnya lebih bagus dan lebih rapih dari buatannya.
 "Wah... Aku nggak nyangka ternyata kamu jago juga. Tau begini Aku minta tolong kamu aja buat gambarin, kalo hasilnya sebagus ini. Aku kan jadi lebih pede buat nunjukin ini ke Dia. Hihihi..." Senyumnya lebih mengembang seperti bunga baru mekar saja.
"Thanks ya nona muda ku yang cantik. Muahhh..." Diciumnya pipi kiri Ririn kemudian Senny menghilang dibalik pintu. Nampaknya Dia sudah tidak sabar menunjukkan gambar itu kepada cowok idolanya.
Ririn kembali dengan lamunan yang sebentar tadi terusik oleh Senny dengan gambar-gambar nggak jelasnya itu.

"Rin kenapa sih kamu sering banget cuekin aku? kesel tau?!"
"Gitu ya? maaf deh. Nggak bermaksud sebenernya." Ririn cengengesan.
"Tuh kan mulai lagi."
Diantara perbincangan dikantin siang itu, Ririn tak sengaja menumpahkan mangkok berisi bakso yang dibawa seorang pria tampan yang belakangan diketahui Dialah sosok yang selama ini dieluh-eluhkan Senny, sahabatnya.
Semenjak kejadian tak disengaja itu, Ririn lebih dekat dengan pria itu ketimbang Senny. Ada perasaan yang berbeda ketika Ririn berada dekat disampingnya, bahkan ketika Dia secara sengaja menyentuh tangan pria itu tidak ada perasaan yang seharusnya bisa membuat Ririn mendadak pusing atau bahkan sampai menangis. Semua perasaan-perasaan aneh itu tidak berlaku padanya. Perasaan yang sama tidak berlakunya ketika Ririn secara sengaja menyentuh Senny. Ririn dibuat bingung dengan perasaanya sendiri.
Pada akhirnya Ririn sadar, semua kejadian-kejadian membingungkan itu adalah karena kemampuannya membaca pikiran yang dimiliki Ririn. Kemampuan itu tidak akan berlaku kepada orang-orang yang dicintainya. Kemampuan itu baru akan bisa digunakan lagi ketika keadaan mendesak yang mungkin akan mengancam nyawa dari orang-orang yang dicintainya itu.
Sekarang Ririn mengerti, "Ketika pikiran adalah tempat paling pribadi dari setiap manusia bisa kita baca, maka tidak akan ada lagi tempat yang bisa disembunyikan dari kebohongan."
###

Ja matta ne...

6 komentar:

  1. pertama. Udah lama ngga main kesini kangen juga *peluk blog, haha

    Kedua. Bagus, mulai merambah ke fiksi. TUlisannya nggak kaku kok, malhan enak bacanya. Keep writing!!!

    Ketiga. Pesan yang paling bisa ane ambil, jangan pacaran karena dapat mengakibatkan kehamilan diluar nikah, si wanita bisa mencoba bunuh diri lantaran si lelaki enggan bertanggung jawab.
    Hahahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya nih bang sabda jarang nongol lagi :(
      sankyu :)

      nah, jangan pacaran kalo belum siap nahan nafsu birahi. sip!

      Hapus
  2. Yoi. Jangan pacaran kalo niatnya karena ingin meluapkan nafsu terhadap sang pacar.

    Kalimat terakhir di cerpennya nyess banget. :D

    BalasHapus
  3. ini belum selese ya? atu udah nyampe situ ajah?

    di awal gue udah mulai ngikutin bahasa dan alur ceritanya tapi pas di tengah2 ada yg canggung entah kenapa hehe beneran loh
    overall bagus nih kaya robet patinson ajah si ririn bisa baca fikiran orang . keren
    gue follow blog lu bang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. berhubung ini cerpen. jadi dianggap selese bang.
      memang sih. gue masih belm mengeksplor lenbih jauh kemampuan Ririn. coz kebates sama jumblah huruf. soalnya gue mau bikin cerpen bukan novel. tenang kak. masih banyak cerpen berikutnya kok yang bakal bahas kemampuan Ririn itu.:)
      sankyu udah follow:)

      Hapus

Tinggalkan jejakmu, sesederhana itu saya sudah merasa dihargai.
Terimakasih :)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...