"Rin, kamu ngomong sama siapa sih tadi?" Tanya Senny heran.
"Oh, itu? nggak kok. Bukan siapa-siapa." Jelasnya datar.
"Tapi barusan aku liat kamu entah ngobrol sama siapa gitu?"
"Nggak ada apa-apa. Eh, ke kantin yuk, laper nih!"
Senny mengernyitkan alis, Ia heran dengan tingkah sahabatnya itu.
***
Bel pulang tengah berbunyi, sedemikian siswa-siswi berhamburan keluar kelas. Terlihat beberapa dari meraka berlarian menuju gerbang sekolah, nampaknya mereka sudah tak sabar ingin segera pulang kerumah. Justru beberapa nampak santai sambil berbincang asyik dengan kawan sebaya. Sedang Aku? disini, duduk di bangku pinggir lapang upacara menunggu hingga sepi barulah aku beranjak pulang. Entahlah, aku tak begitu suka keramaian.
Kata mereka sih aku dianggap 'aneh' karena dalam beberapa kesempatan, mereka memergoki ku seperti berbincang dengan seseorang yang pada kenyataanya tidak ada siapa-siapa disana. Memang benar, mungkin 'mereka' tidak benar-benar nyata tapi bagiku mereka memang ada.
Tiba-tiba Ririn menarik lengan ku, mengumpatkan ku dibalik punggungnya. Wajahnya pucat dengan sorot mata berubah tajam kebiruan, "Jangan ganggu teman ku!" Bentaknya.
Aku bingung, aku takut. Entah takut sama siapa, yang jelas perasaan takut itu menjalar dasyat ditubuh ku. "Pergi!" Tangannya seolah-olah mengibaskan sesuatu yang tak nampak oleh mata ku. Setelahnya, perasaan takut itu berangsur hilang seiring raut wajahnya yang kembali normal.
"Kamu nggak apa-apa kan?" Katanya kemudian.
"I..iya. Aku nggak apa-apa." Aku masih terlalu takut untuk menanyakan apa yang barusan terjadi.
***
Jam istirahat seperti ini, tumben sekali kantin lengang, biasanya dipenuhi makhluk-makhluk kelaparan berseragam putih-abu. Setelah memesan dua mangkok bakso dan dua botol air mineral, Aku dan Ririn duduk bersebelahan, "Rin, kemarin itu siapa sih yang kamu maksud 'mereka' yang katanya mau mencelakai ku?" Tanya Senny dengan mulut penuh. "Habiskan dulu makan mu, nanti tersedak." Diteguknya sebotol air mineral ditangannya. Ririn sama sekali tak menyentuh bakso dihadapannya.
Setelah beberapa suapan terakhir, Senny kembali dengan pertanyaan-pertanyaan yang sejak kemarin belum juga dijawab oleh Ririn.
"Kenapa sih, setiap aku tanyain kamu nggak pernah jawab. Aku juga kan pengin tau?" Senny merajuk.
Lagi, Ririn hanya tersenyum menjawab semua itu. Tidak mendapat jawaban, Senny yang kesal kemudian meninggalkan Ririn begitu saja dikantin.
Hampir dua tahun Senny mengenal Ririn sejak masa orientasi dulu. Namun semua itu tak lantas membuat Senny tau semua tentang Ririn. Tentang hal yang selama ini membuat Senny bertanya-tanya, tentang siapa sebenarnya Ririn, kenapa Ia begitu misterius?, kenapa Ia begitu susah untuk sekedar memberikan sepatah kata atas pertanyaan-pertanyaan yang Senny ajukan?. Senyum. Iya hanya itu yang selama ini Senny dapatkan setiap kali bertanya mengapa dan kenapa?
Meski begitu, Senny tetap setia menjadi sahabat Ririn. Ia tau, mungkin dibalik ini semua Ririn memiliki alasan sendiri untuk tidak membaginya dengan Senny.
***
"Sen, maaf atas kebingungan mu selama ini." Katanya mendadak, membuat Senny yang sedang kusyuk dengan bakso dimulutnya, tersedak, berhamburan kemana-mana. "Maksud kamu?"
"Iya, selama ini aku nggak pernah menjelaskan apa yang kamu tanyakan itu."
"Aku memang penasaran soal itu, tapi yasudahlah, aku mengerti mungkin kamu punya alasan untuk tidak menceritakannya."
"Aku memang punya alasan kenapa aku tidak menceritakannya kepada siapa pun termasuk kamu. Tapi setelah aku pikir lagi, semua orang mungkin tidak tapi kamu? kamu sahabat aku. Dan kenapa aku harus takut menceritakannya padamu. Toh, semisal kamu nggak percaya pun, Aku yakin kamu tetap mau berteman dengan ku."
"Tentu saja. Apapun kamu, kamu tetap sahabat aku, Rin." Tegas Senny sembari memeluk sahabatnya itu.
"Jadi sebenernya kemarin itu ada dari 'mereka' yang suka dengan kamu. Maksud aku, suka dengan tubuh mu. Sehingga mereka mau merasuki mu, mungkin juga membawa roh mu ke alam 'mereka' dan menghuni raga mu dengan kaum 'mereka'."
"Terus?" Tanya senny semakin penasaran.
"Gitu, aku nggak mau itu kejadian sama kamu. Jadi aku coba usir mereka dengan kemampuan ku itu."
"Heh? tunggu. Kemampuan? maksud mu?"
"Iya, jadi aku sebenernya memiliki kemampuan buat berinteraksi dengan makhluk tak kasat mata. Jadi aku tau, mana diantara mereka yang baik dengan yang jahat."
"Jadi kemarin itu, aku?"
"Sekarang kamu nggak usah takut. 'Mereka' sudah aku usir kemarin, nggak bakal balik lagi kok." Pungkasnya dengan tersenyum.
"Thanks Ririn. Aku nggak tau apa yang bakal terjadi kalo nggak ada kamu. Thanks ya..." Dipeluknya Ririn lebih erat dengan sesekali diciuminya pipi kanan-kiri Ririn.
Senny yakin, dengan dia berada didekatnya tidak akan ada lagi 'mereka' yang akan mengancam keselamatan raganya.
###
Ja matta ne...
yang terakhir yang terakhir hahaha ;D
BalasHapusapa yang terjadi dengan yang terakhir?
Hapusaduh kak ini cerpen? atau aseli? gue baru baca pertamanya.. gatel pengen ngetik
BalasHapusini fiksi kak. sini saya garukin kalo gatel. *brb ambil parutan*
HapusCoba kalo unsur indigonya lebih ditunjukin. Misalnya dia bisa apa gitu selain ngeliat makhluk halus. At least, udah bagus kok ini :D ganbatte! :)
BalasHapusah iya kak. nanti lebih diperpanjang ceritanya :
Hapussankyu kaka :)
bagus tp indigonya kurang spesifik. anyway, kunjungan pertamaku nih ;)
BalasHapusaku juga punya loh, kak, temen indigo.
BalasHapussemangat berkarya :)
BalasHapusbagus banget nih cerpennya! jadi pengen bikin cerpen nih jadinya hehe
BalasHapuswah endingnya cium pipi co cuiiit cekalih mereka :D
BalasHapus